SEJARAH MAGETAN
Pada tahun 1645 Sultan Agung Hanyokrokusumo Raja Mataram wafat. beliau digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Amangkurat Iyang menduduki tahta kerajaan Mataram. tahun 1646-1677 berbeda dengan mendiang ayahnya Sultan Amangkurat Ibersifat lemah terhadap VOC, bahkan mau bekerja sama dengan kompeni belanda itu, sehingga menimbulkan rasa kecewa dari banyak pihak, terutama kaum ulama' serta daerah-daerah manca negara. di sana sini banyak pihak yang memberontak.
Pada suatu ketika Basah Gondokusumo atau Basah Bibit, yakni kerabat keraton Mataram beserta pangeran Nrang Kusumo Patih Mataram diusir oleh sultan Amangkurat I karena dituduh bersatu dengan pemberontak. Basah Gondokusumo dijatuhi hukuman pengasingan di Semarang, di tempat kediaman kakeknya yang bernama Basah Suryaningrat. Sedangkan Pangeran Nrang Kusumo kemudian pergi bertapa ke daerah sebelah timur Gunung Lawu. Akhirnya Basah Gondokusumo bersama-sama dengan basah suryaningrat pergi ke sebelah timur Gunung Lawu mencari tempat pemukiman yang baru. disini oleh Ki Ageng Mageti yang cikal bakal daerah ini beliau berdua diberi sebidang tanah untuk bermukim. setelah mapan suryoningrat mewisuda cucu beliau yakni Basah Gondokusumo menjadi penguasa di tempat baru ini dengan gelar "Yosonegoro", yang kemudian dikenal sebagai Bupati Yosonegoro yakni pada tanggal 12 Oktober 1675, sedang tanah baru itu diberi nama "Magetian" karena tanah tersebut sebagai jasa pemberian Ki Ageng Mageti.
Peristiwa penobatan sebagai bupati pertama ini ditandatangani dengan Warsa Sangkala 'MANUNGGALING RASA SUKO HAMBANGUN", daerah Magetan merupakan suatu daerah yang perbatasannya sebelah barat dengan gunung lawu menuju ke barat daya merupakan deretan Sidaramping, Gunung Jabolarang dan Gunung Kukusan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah, di sebelah utara merupakan daratan yang bergelombang naik mengarah ke timur sampai dengan barat ke kaki Gunung Lawu berbatasan dengan Kabupaten Ngawi, sebelah selatan merupakan dataran rendah berbatasan dengan Kabupaten Madiun. Sungai yang memotong daerah Magetan menjadi dua bagian mulai dari pangkal sumber di bawah Cemorosewu, Gunung Kendil dan Gunung Sidoramping adalah Sungai Gandong yang merupakan jalur bersejarah penuh dengan misteri dan ditaburi dengan makam-makam jaman kuno, di Kabupaten Magetan banyak ditemukan peninggalan-peninggalan sejarah yang berupa petilasan bangunan-bangunann purbakala maupun petilsan bekas pusat pemerintahan.
Misalnya: Petilasan makam Empu Supo di Dukuh Mandang Desa Plumpung Kecamatan Plaosan. peninggalan purbakala terbuat dari batu andesit di Dukuh Sadon Desa Cepoko Kecamatan Panekan berupa candi yang diberi nama Candi Sadon. Petilasan Pengger di Dukuh Pengger Desa Bedagung Kecamatan Panekan. di puncak Gunung Lawu terdapat petilasan Pawon Sewu (Punden Berundak), Argo Dalem, Sendang Drajat dsb. Yang diperkirakan dari akhir Majapahit.petilasan berupa sumur dan masjid kuno bersejarah yang dikelilingi tembok bekas pusat pemerintahan Kabupaten Purwodadi berada di atas tanah lebih kurang seluas 4 hektar dengan bekas gapuro Magetan.
Makam leluhur Magetan (Patih Nrang Kusumo dan Patih Ngariboyo II) di Dukuh Njelok Desa Bulukerto Kota Magetan dan makam Kanjeng Adipati Purwodiningrat, mertua Hamengku Buwono di Desa Pacalan Kecamatan Plaosan juga merupakan bukti sejarah.
Makam Astana Gedhong di Kelurahan Tambran Kecamatan Kota Magetan terdapat makam Adipati Yosonegoro yang erat hubungannya dengan sejarah babad Magetan. di makam Sasonomulyo Dukuh Sawahan Desa Kapolorejo Kota Magetan terdapat makan-makan bupati Magetan dan masih banyak lagi makam-makam yang tersebar di daerah -daerah yang sampai sekarang masih keramat.
Ditinjau dari letaknya Magetan merupakan daerah perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur maka bahasa sehari-hari, adat istiadat maupun kebudayaannya banyak mendapat pengaruh dari daerah Jawa Tengah yakni daerah Solo/Surakarta dan sekitarnya daripada daerah-daerah di Jawa Timur lainnya. lebih-lebih jalur tembus antara Kabupaten Magetan dengan Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah melewati Cemorosewu lereng sebelah barat daya Gunung Lawu dan melalui hutan-hutan, erat hubungannya dengan jalan bersejarah dari abad ke abad. Bagaimana sampai dapat mewujudkan suatu daerah yang disebut Magetan? berikut sejarahnya:

Sampai dengan tahun 1645 Sultan Agung Hanyokrokusumo wafat, kemudian Amangkurat I menggantikan kedudukan beliau sebagai raja Mataram pada tahun 1645-1677. Berbeda dengan ayahnya yang bersukap tegas mengusir kompeni Belanda, Amangkurat I sangat lemah dan mau bekerja sama dengan kompeni belanda (VOC).
Pada tahun 1646 Amangkurat Imengadakan perjanjian dengan kompeni belanda yang amat merugikan Mataram. Isi perjanjian itu antara lain adalah Mataram mengakui kedudukan VOC di Batavia (Jakarta), Sedangkan Mataram bebas berdagang dimana saja kecuali di pulau Ambon, Bansa dan Ternate. Sebab pulau-pulau tersebut kaya akan rempah-rempah. dengan diakuinya kedudukan VOC di Batavia maka Batavia bebas dari ancaman Mataram semakin berkurang. perdagangan Mataram tidak lagi seperti seida kala. Pelayaran perdagangan dibatasi oleh kompeni sehingga kerajaan Mataram tidak berwibwa lagi dan kawulo Alit menjadi sengsara. Kebijaksanaan Amangkurat I tersebut menyebabkan timbulnya rasa kecewa dari banyak pihak terutama daerah-daerah mancanegara.
Pangeran Giri yang berpengaruh di daerah pesisir utara pulau Jawa berisap-siap melepaskan diri dari kekuasaan Mataram. Beliau amat kecewa atas tindakan raja Mataram ini. Demikian pula seorang pangeran dari pulau Madura yang bernama Trunojoyo yang tidak tahan lagi melihat pamannya pangeran Tjakraningrat II terlalu mengabaikan Madura dan hanya turut bersenang-senang di pusat pemerintahan Mataram, segera melancarkan pemberontakan terhadap Mataram (1674). pemberontakant tersebut akhirnya didukung oleh orang-orang Makassar. Perang antara prajurit Mataram dan Trunojoyo pun tak dapat dihindarkan, hingga banyak memakan korban dari kedua belah pihak.
Pada saat kerajaan dalam keadaan kalut seperti ini seorang kerabat keraton Mataram bernama Basah Gondokusumo atau terkenal dengan sebutan basah bibit bersama seorang patih Mataram bernama nrang kusumo dituduh bersatu dengan kaum oposisi dan kaum pemberontak yang menentang kebijakan Amangkurat I. Atas tuduhan itu Basah Gondokusumo dijatuhi hukuman pengasingan di Semarang di tempat kediaman kakeknya yakni Basah Suryoningrat. Sedangkan Patih Nrangkusumo meletakkan jabatannya sebagai patih kemudian bertapa di gunung Lawu sebelah timur. beberapa waktu kemudian basah suryoningrat mengajak cucunya (Basah Gondokusumo) pergi menyingkir ke arah timur gunung Lawu. beliau memilih tempat tersebut karena menerima bahwa di sebelah timur gunung Lawu sedang dilaksanakan babat hutan yang dipimpin oleh sorang bernama Ki Buyut Suro yang kemudian bergelar Ki Ageng Getas. Orang-orang itu sangat patuh dan rajin melaksanakan babat hutan. Demikian juga Ki Buyut Suro dengan sabar mendampingi mereka yang bekerja penuh semangat babat hutan itu dilaksanakan atas perintah Ki Ageng Mageti yang cikal bakal daerah ini. Ki Ageng Mageti adalah seorang putra Magetan yang memiliki banyak kelebihan. Beliau adalah sosok yang arif, bijaksana, berbudi luhur, berperilaku sholeh serta memiliki kawaskithan. apa yang dipunyai itu semua semata-mata hanya untuk kepentingan kawulo, baik kawasan Magetan maupun kawulo njaban rangkah. karena sifat yang demikian agung itulah maka Ki Ageng Mageti sangat disegani serta dapat dijadikan suri teladan bagi kawulo dan sesamanya.
Kemudian Basah Suryoningrat dan Basah Gondokusumo menjumpai Ki Buyut Suro yang sedang babat hutan.keduanya bermaksud minta sebidang tanah untuk bermukim.karena yang menguasai kawasan hutan ini adalah Ki Ageng Mageti, maka untuk memperoleh sebidang tanah ini Basah Suryoningrat dan Basah Gondokusumo diajak Ki Buyut Suro bertemu dengan Ki Ageng Mageti di tempat kediaman beliau di daerah Gandong Kidul (dukuh Gandong Selatan) tepatnya di sekitar alun-alun Magetan sekarang ini,
Pertemuan antara Basah Suryoningrat dengan Ki Ageng Mageti yang akrab ini dilanjutkan dengan perdebatan sengit terhadap suatu pernyataan.sandi yang diberikan oleh Ki Ageng Mageti kepada Basah Suryoningrat. Setelah ia dapat menjawab dengan tepat dan benar pernyataan sandi keraton yang dilontarkan oleh Ki Ageng Mageti, akhirnya Ki Ageng Mageti yakin bahwa Basah Suryoningrat adalah bukan kerabat keraton tetapi merupakan sesepuh kerajaan Mataram. Akhirnya beliau diberi sebidang tanah untuk bermukim, terletak di sebelah utara sungai Gandong tepatnya di Desa Tambran sebagai tempat yang aman dan tenteram untuk pengayoman para leluhur Mataram. setelah mapan di tempat yang baru ini Basah Suryoningrat mengangkat cucunya yaitu Basah Gondokusumo menjadi penguasa di tempat baru dengan gelar "Yosonegoro" kemudian dikenal sebagai Bupati Yosonegoro, bupati Magetan yang pertama kali.
Wisuda Bupati Yosonegoro oleh Basah Suryoningrat ditandai dengan penyerahan sebuah keris pusaka. Pesta syukuran wisuda bupati tersebut berlangsung secara sederhana. Syukuran ditandai dengan pemotongan tumpeng oleh Basah Suryoningrat diberikan kepada Yosonegoro dan dihadiri oleh masyarakat setempat. wilayah pemerintah tersebut dinamakan Magetan, karena peristiwa terjadinya kabupaten Magetan ini adalah atas pemberian tanah dari Ki Ageng Mageti maka daerah baru tersebut diberi nama Kota Mageti, mengalami penambahan "an" menjadi Magetian, akhirnya berubah nama menjadi Magetan sampai sekarang.

date Senin, 29 November 2010

Kyai Pasir dan Nyai Pasir adalah pasangan suami isteri yang hidup di hutan gunung Lawu. Mereka berteduh di sebuah rumah (pondok) di hutan lereng gunung Lawu sebelah timur. Pondok itu dibuat dari kayu hutan dan beratapkan dedaunan. Dengan pondok yang sangat sederhana ini keduanya sudah merasa sangat aman dan tidak takut akan bahaya yang menimpanya, seperti gangguan binatang buas dan sebagainya. Lebih-lebih mereka telah lama hidup di hutan tersebut sehingga paham terhadap situasi lingkungan sekitar dan pasti dapat mengatasi segala gangguan yang mungkin akan menimpa dirinya.

Pada suatu hari pergilah Kyai Pasir ke hutan dengan maksud bertanam sesuatu di ladangnya, sebagai mata pencaharian untuk hidup sehari-hari. Oleh karena ladang yang akan ditanami banyak pohon-phon besar, Kyai Pasir terlebih dahulu menebang beberapa pohon besar itu satu demi satu.

Tiba-tiba Kyai Pasir terkejut karena mengetahui sebutir telur ayam terletak di bawah salah sebuah pohon yang hendak ditebangnya. Diamat-amatinya telur itu sejenak sambil bertanya di dalam hatinya, telur apa gerangan yang ditemukan itu. Padahal di sekitarnya tidak tampak binatang unggas seekorpun yang biasa bertelur. Tidak berpikir panjang lagi, Kyai Pasir segera pulang membwa telur itu dan diberikan kepada isterinya.

Kyai Pasir menceritakan ke Nyai Pasir awal pertamanya menemukan telur itu, sampai dia bawa pulang.

Akhirnya kedua suami isteri itu sepakat telur temuan itu direbus. Setelah masak, separo telur masak tadi oleh Nyai Pasir diberikan ke suaminya. Dimakannya telur itu oleh Kyai Pasir dengan lahapnya. Kemudian Kemudian Kyai Pasir berangkat lagi keladang untuk meneruskan pekerjaan menebang pohon dan bertanam.

Dalam perjalanan kembali ke ladang, Kyai Pasir masih merasakan nikmat telur yang baru saja dimakannya. Namun setelah tiba di ladang, badannya terasa panas, kaku serta sakit sekali. Mata berkunang-kunang, keringat dingin keluar membasahi seluruh tubuhnya. Derita ini datangnya secara tiba-tiba, sehingga Kyai Pasir tidak mampu menahan sakit itu dan akhirnya rebah ke tanah. Mereka sangat kebingungan sebab sekujur badannya kaku dan sakit bukan kepalang. Dalam keadaan yang sangat kritis ini Kyai Pasir berguling-guling di tanah, berguling kesana kemari dengan dahsyatnya. Gaib menimpa Kyai Pasir. Tiba-tiba badanya berubah wujud menjadi ular naga yang besar, bersungut, berjampang sangat menakutkan. Ular Naga itu berguling kesana kemari tanpa henti-hentinya.

Alkisah, Nyai Pasir yang tinggal di rumah dan juga makan separo dari telur yang direbus tadi, dengan tiba-tiba mengalami nasib sama sebagaimana yang dialami Kyai Pasir. Sekujur badannya menjadi sakit, kaku dan panas bukan main. Nyai Pasir menjadi kebingungan, lari kesana kemari, tidak karuan apa yang dilakukan.

Karena derita yang disandang ini akhirnya Nyai Pasir lari ke ladang bermaksud menemui suaminya untuk minta pertolongan. Tetapi apa yang dijuumpai. Bukannya Kyai Pasir, melainkan seekor ular naga yang besar sekali dan menakutkan. Melihat ular naga yang besar itu Nyai Pasir terkejut dan takut bukan kepalang. Tetapi karena sakit yang disandangnya semakin parah, Nyai Pasir tidak mampu lagi bertahan dan rebahlah ke tanah. Nyai Pasir mangalami nasib gaib yang sama seperti yang dialami suaminya. Demikian ia rebah ke tanah, badannya berubah wujud menjadi seekor ular naga yang besar, bersungut, berjampang, giginya panjang dan runcing sangat mengerikan. Kedua naga itu akhirnya berguling-guling kesana kemari, bergeliat-geliat di tanah ladang itu, menyebabkan tanah tempat kedua naga berguling-guling itu menjadi berserakan dan bercekung-cekung seperti dikeduk-keduk. Cekungan itu makin lama makin luas dan dalam, sementara kedua naga besar itu juga semakin dahsyat pula berguling-guling dan tiba-tiba dari dalam cekungan tanah yang dalam serta luas itu menyembur air yang besar memancar kemana-mana. Dalam waktu sekejap saja, cekungan itu sudah penuh dengan air dan ladang Kyai Pasir berubah wujud mejadi kolam besar yang disebut Telaga. Telaga ini oleh masyarakat setempat terdahulu dinamakan Telaga Pasir, karena telaga ini terwujud disebabakan oleh ulah Kyai Pasir dan Nyai Pasir.

date

Cerita dimulai dari masa akhir kerajaan Majapahit (1400 M) pada masa pemerintahan Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang Jumeneng kaping 5 (Pamungkas). Dua istrinya yang terkenal ialah Dara Petak putri dari daratan Tiongkok dan Dara Jingga. Dari Dara Petak lahir putra Raden Fatah, dari Dara Jingga lahir putra Pangeran Katong.

Raden Fatah setelah dewasa agama islam berbeda dengan ayahandanya yang beragama Budha. Dan bersamaan dengan pudarnya Majapahit, Raden Fatah mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi (Demak).

Melihat kondisi yang demikian itu , masygullah hati Sang Prabu. Sebagai raja yang bijak, pada suatu malam, dia pun akhirnya bermeditasi memohon petunjuk Sang Maha Kuasa. Dalam semedinya didapatkannya wangsit yang menyatakan bahwa sudah saatnya cahaya Majapahit memudar dan wahyu kedaton akan berpindah ke kerajaan Demak.

Pada malam itu pulalah Sang Prabu dengan hanya disertai pemomongnya yang setia Sabdopalon diam-diam meninggalkan keraton dan melanglang praja dan pada akhirnya naik ke Puncak Lawu. Sebelum sampai di puncak, dia bertemu dengan dua orang kepala dusun yakni Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Sebagai abdi dalem yang setia dua orang itu pun tak tega membiarkan tuannya begitu saja. Merekapun pergi bersama ke puncak Harga Dalem.

Saat itu Sang Prabu bertitah, “Wahai para abdiku yang setia sudah saatnya aku harus mundur, aku harus muksa dan meninggalkan dunia ramai ini. Dipa Menggala, karena kesetiaanmu kuangkat kau menjadi penguasa gunung Lawu dan membawahi semua mahluk gaib dengan wilayah ke barat hingga wilayah gunung Merapi/gunung Merbabu, ke timur hingga gunung Wilis, ke selatan hingga Pantai selatan , dan ke utara sampai dengan pantai utara dengan gelar Sunan Gunung Lawu. Dan kepada Wangsa Menggala, kau kuangkat sebagai patihnya, dengan gelar Kyai Jalak.

Tak kuasa menahan gejolak di hatinya, Sabdopalon pun memberanikan diri berkata kepada Sang Prabu: Bila demikian adanya hamba pun juga pamit berpisah dengan Sang Prabu, hamba akan naik ke Harga Dumiling dan meninggalkan Sang Prabu di sini.

Singkat cerita Sang Prabu Brawijaya pun muksa di Harga Dalem, dan Sabdopalon moksa di Harga Dumiling. Tinggalah Sunan Lawu Sang Penguasa gunung dan Kyai Jalak yang karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya kemudian menjadi mahluk gaib yang hingga kini masih setia melaksanakan tugas sesuai amanat Sang Prabu Brawijaya.

date

UU No 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Seharusnya, sesuai aturan kandang ayam tidak dibenarkan berada di sekitar permukiman padat penduduk. Sebab, hal itu bisa berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan.

ABSTRAK

Tatalaksana pemeliharaan, perkandangan, dan penanganan limbah suatu usaha peternakan harus diperhatikan, sehingga usaha tersebut tidak hanya merupakan usaha produksi yang efisien tetapi juga merupakan usaha yang berwawasan lingkungan. Suatu kajian pustaka dilakukan untuk melihat jenis jenis limbah, dampaknya terhadap kesehatan dan lingkungan serta upaya pengelolaan dan pemantauan yang dapat dilakukan dari suatu usaha peternakan ayam. Dampak negatif yang ditimbulkan usaha peternakan ayam terutama berasal dari kotoran ayam yang dapat menimbulkan gas yang berbau. Bau yang dikeluarkan berasal dari unsur nitrogen dan sulfida dalam kotoran ayam, yang selama proses dekomposisi akan terbentuk gas amonia, nitrit, dan gas hidrogen sulfida. Udara yang tercemar gas amonia dan sulfida dapat mmyebabkan gangguan kesehatan ternak dan masyarakat di sekitar peternakan. Amonia dapat mengliambat pertumbuhan ternak dan pada manusia dapat menyebabkan iritasi mata serta saluran pernafasan. Upaya pengelolaan bau kotoran ayam, dengan menggunakan zeolit, kapur, dan mikroba telah dicoba dan ternyata bahan bahan tersebut dapat mengurangi terbentuknya gas amonia dan sulfida serta memberikan keuntungan yang lain bagi petemak, karena. kotoran ayam dapat berguna sebagai pupuk organik. Untuk tetap menjaga lingkungan sekitar dari polusi bau katoran ayarn, pemantauan lingkungan harus selalu dilakukan dengan mengikut sertakan masyarakat sekitar. Persepsi masyarakat terhadap bau kotoran harus selalu. dipantau, selain itu mereka juga diminta untuk melaporkan jika terjadi sesuatu akibat polusi bau tersebut.

PENDAHULUAN
Usaha peternakan ayam akhir akhir ini mulai sering dituding sebagai usaha yang ikut mencemari lingkungan. Oleh karena itu, agar petemakan ayam tersebut merupakan suatu usaha yang berwawasan lingkungan dan efisien, maka tatalaksana pemeliharaan, perkandangan, dan penanganan limbahnya harus selalu diperhatikan. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertanian telah menyadari hal tersebut dengan mengeluarkan peraturan menteri melalui SK Mentan No. 237/1991 dan SK Mentan No. 752/1994, yang menyatakan bahwa usaha peternakan dengan populasi tertentu perlu dilengkapi dengan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Dalam kasus pencemaran lingkungan oleh peternakan ayam, yang menjadi pemicu permasalahan sebenarnya sebenarnya akibat dari pemukiman yang terus berkembang. Pada awal pembangunan, peternakan ayani didirikan jauh dari pemukiman penduduk namun lama kelamaan di sekitar areal petemakan tersebut menjadi pemukiaman. Hal tersebut menjadi terdi karena perkembangan dan rencana tata ruang yang tidak konsisten (INFOVET, 1996). Untuk itu. perlu suatu perbaikan sistem pemanfaatan lahan yang sesuai dengan peruntukannya. Dalam hal ini pemerintah telah membuat kebijakan penggunaan suatu areal atau kawasan usaha peternakan (KUNAK) agar tidak saling mengganggu antara petemakan dan pemukiman. Sudah tentu kawasan tersebut juga harus senantiasa memelihara lingkungannya, antara lain dengan melakukan pengelolaan limbah serta pemantauan lingkungan secara terus menerus.
Dalam makalah ini akan disajikan menganai jenis jenis limbah, jumlah serta komposisi limbah yang dikeluarkan dari suatu usaha petemakan ayam, dampak terhadap lingkungan dan upaya pengelolaannya yang dapat dilakukan, serta upaya pemantauan lingkungan.

LIMBAH USAHA PETERNAKAN AYAM
Limbah yang dihasilkan dari usaha peternakan ayam terutama berupa kotoran ayam dan bau yang kurang sedap serta. air buangan. Air buangan berasal dari cucian tempat pakan dan minum ayam serta keperluan domestik lainnya. Jumlah air buangan ini sedikit dan biasanya terserap ke dalam tanah serta tidak berpengaruh besar terhadap lingkungan sekitar. Air buangan mempunyai pH netral (A: 7), kandungan senyawa organik rendah yang ditunjukkan dengan nilai Bio Oxygen Demand (BOD) 15,32 68,8 dan Chemical Oxygen Demand (COD) 35,12 – 92. Sebagai gambaran, kualitas air buangan dari usaha. peternakan ayam pedaging di daerah Ciparay, Kabupaten Bandung (Jawa Barat) dan nilai rata rata dari dua peternakan ayam petelur di daerah Kecamatan Kanirogo, kabupaten blitar (Jawa Timur) dapat dilihat pada Tabel 1 (BALITVET, 1993).
Tabel 1. Gambaran kualitas air buangan usaha peternakan ayam ras yang diambil dari daerah Kecamatan Ciparay, Bandung (Jawa Barat) dan Kecamatan Kanirogo, Blitar (Jawa Timur)
Parameter Ayam pedaging Ayam petelur
                                                          *Skala 20.000 ekor                           **Skala 40.000 ekor
pH                                                                  7,44                                                     6,70
BOD (Bio Oxygen Demand) (Mg/1)               68,80                                                    15,39
COD (Chemical Oxygen Deman(mg/1)           92,12                                                    35,12
Total Padatan (mg/1)                                      420                                                       440
Cd (cadmium)(Mg/l)                                        -                                                             -
Pb (timah hitam) (mg/1)                                 0,05                                                       0,019
Fosfor (mg/1)                                               6,75                                                       7,66
Total coli(mg/)                                              15                                                           >2400 Salmonella

Keterangan: *Peternakan di daerah Kecamatan Ciparay, Bandung, Jawa Barat
**Peternakan di daerah Kecamatan Kamgoro, Blitar, Jawa Tunur
MPN = Most Propable Number
Pemeliharaan ayam petelur biasanya dilakukan dengan system baterai, yakni sejumlah tortentu ayam dipelihara dalam kandang kandang terpisah dan ditempatkan agak tinggi dari permukaan tanah, dengan dasar kandang berlubang lubang sehingga kotoran akan jatuh dan bertumpuk di bawah kandang di atas tanah. Untuk pemeliharan ayam pedaging biasanya dengan system litter, yakni ayam ayam dipelihara dalam kandang dengan batas, disekat sekat dan lantai kandang adalah tanah atau beton yang dilapisi dengan sekam. Kotoran ayam biasanya sedildt bercampur dengan sekam tersebut yang secara periodic diangkat.
Jumlah kotoran ayam yang dikeluarkan setiap harinya banyak, rata rata per ekor ayam 0, 15 kg (CHARLES dan HARIONO, 199 1). FONTENOT et al. (1983) melaporkan bahwa rata rata produksi buangan segar ternak ayam petelur adalah 0,06 kg/hari/ekor, dan kandungan bahan kering sebanyak 26%, sedangkan dari pemeliharaan ayan pedaging kotoran yang dikeluarkan sebanyak 0, 1 kg/hari/ekor dan kandungan bahan keringnya 2 5%. Kotoran ayam terdiri dari sisa pakan dan serat selulosa yang tidak dicerna. Kotoran ayam mengandung protein, karbohidrat, lemak dan senyawa organik lainnya. Protein pada. kotoran ayam merupakan sumber nitrogen selain ada pula bentuk nitrogen inorganik lainnya. Komposisi kotoran ayam sangat bervariasi bergantung pada jenis ayam, umur, keadaan individu ayarn, dan makanan (FOOT et al., 1976). Pada Tabel 2, dapat dilihat komposisi rata rata. kotoran ayam pedaging berdasarkan bobot basah. Tabel 2. Kandungan rata rata unsur pada kotoran ayam pedaging

Nama Unsur Kandungan unsur pada kotoran/bobot basah
                                                            Minimum                  Maksimum                   Rata rata

Total padatan (%)                                38,00                       92,00                            75,80
Total N (%)                                         0,89                         5,80                               2,94
NH4 N (0/6)                                       0,08                         1,48                                0,75
P205 (0/0)                                          1,09                         6,14                               3,22
K20 (%)                                             0,63                         4,26                                2,03
Ca (Kalsium)(ppm)                             0,51                          6,22                                1,79
Mg (Magnesium)(ppm)                        0,12                         1,37                                0,52
Sulfida (ppm)                                       0,07                         1,05                                0,52
Mn (Mangan)(ppm)                            66,00                         579,00                          266,00
Zn (Seng) (ppm)                                 48,00                         583,00                          256,00
Cu (Tembaga)(ppm)                           16,00                         634,00                           283,00

Sumber pencemaran usaha peternakan ayam berasal dari kotoran ayam yang berkaitan dengan unsur nitrogen dan sulfida yang terkandung dalam kotoran tersebut, yang pada. saat penumpukan kotoran atau penyimpanan terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat, dan nitrit serta gas sulfida. Gas gas tersebutlah yang menyebabkan bau (SVENSSON, 1990; PAUZENGA, 1991). Kandungan gas amonia yang tinggi dalam kotoran juga menunjukkan kemungkinan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein berlebihan dalam pakan ternak, sehingga tidak semua nitrogen diabsorbsi sebagai amonia, tetapi dikeluarkan sebagai amonia dalam kotoran (PAUZENGA, 199 1).
Kotoran ayam, sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai pupuk di bidang pertanian. Sudah dibuktikan bahwa kotoran ternak merupakan pupuk yang cocok dan baik untuk kesuburan tanah pertanian. Oleh sebab itu penanganan kotoran ternak secara baik perlu dilakukan agar tidak menyebabkan bau yang menyengat, dan kotoran masih tetap dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.

DAMPAK BAU KOTORAN AYAM TERHADAP LINGKUNGAN
Seperti disebutkan sebelumnya, dampak dari usaha peternakan ayam terhadap lingkungan sekitar terutama adalah berupa bau yang dikeluarkan selama proses dekomposisi kotoran ayam. Bau tersebut berasal dari kandungan gas amonia yang tinggi dan gas hidrogen sulfida , (H2S), dimetil sulfida, karbon disulfida, dan merkaptan. Senyawa yang menimbulkan bau ini dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran yang masih basah. Senyawa tersebut tercium dengan mudah walau dalam konsentrasi yang sangat keeil. Untuk H2S, kadar 0,47 mg/l atau dalam konsentarasi part per million (ppm) di udara merupakan batas konsentrasi yang masih dapat tercium bau busuk. Untuk amonia, kadar rendah yang dapat terdeteksi baunya adalah 5 ppm. Akan tetapi, kepekaan seseorang terhadap bau ini sangat tidak mutlak, terlebih lagi bau yang disebabkan oleh campuran gas. Pada konsentrasi amonia yang lebih tinggi di udara dapat menyebabkan iritasi mata dan gangguan saluran penapasan pada manusia. clan hewan itu sendiri (CHARLES DAN HARIONO, 1991). Pada Tabel 3 dapat dilihat pengaruh kadar amonia terhadap manusia dan ternak (SETIAWAN, 1996), sedangkan pengaruh gas hidrogen sulfida pada manusia disajikan pada Tabel 4 (PAUZENGA, 1991).
Bau kotoran ayam selain berdampak negatif terhadap kesehatan manusia yang tinggal di lingkungan sekitar peternakan, juga berdampak negatif terhadap ternak dan menyebabkan produktivitas ternak menurun. Pengelolaan lingkungan peternakan yang kurang baik dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak itu sendiri, karena gas gas tersebut dapat menyebabkan produktivitas ayam menurun, sedangkan biaya kesehatan semakin meningkat, yang menyebabkan keuntungan peternak menipis.
Tabel 3. Pengaruh gas amonia pada manusia dan hewan
Kadar amonia (ppm) Gejala/Pengaruh yang ditimbulkan pada manusia dan ternak
5 Kadar paling rendah yang tercium. baunya
6 Mulai timbul iritasi pada mukosa mata dan saluran napas
11 Penurunan produktivitas ayam
25 Kadar maksimum yang dapat ditolerir selama 8 jam
35 Kadar maksimum yang dapat ditolefir selama 10 menit
40 Mulai menyebabkan sakit kepala, mual, hilang nafsu makan pada manusia
50 Penurunan drastis produktivitas ayam dan juga terjadi pembengkakan bursa

fabricious
Biaya kesehatan meningkat, karena ayam ayam menurun daya. tahan tubuhnya. terhadap penyakit penyakit yang seringtimbul akibat polusi udara oleh amonia, seperti penyakit cronic respiratory disease (CDR), yaitu. penyakit saluran pernapasan menahun, dan ayam lebih peka terhadap virus Newcastle disease (ND) yang menyebabkan ayam mudah terkena penyakit ND. Tabel 4. Pengaruh pemaparan gas hidrogen sulfida (H2S) pada manusia
Kadar gas H2S (ppm/jaxn) Pengaruh pada manusia
10 Iritasi mata
20 Iritasi mata, hidung, dan tenggorokan
50 100 Mual, muntah, diare
200 Pusing, depresi, rentan pneumonia
500 per menit Mual, muntah, pingsan
600 per menit Mati
Sumber: PAUZENGA (1996)

UPAYA PENGELOLAAN BAU YANG DYKELUARKAN KOTORAN AYAM
Mengurangi dampak negatif bau yang ditimbulkan dari usaha peternakan ayam dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan membubuhkan sesuatu senyawa pada pakan sebagai imbuhan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pakan, sehingga mengurangi sisa protein yang tidak tercerna dan diharapkan dapat mengurangi terbentuknya gas yang berbau dalam proses penumpukan kotoran. Pengelolaan dapat pula dilakukan terhadap kotoran yang ihasilkan dengan menambahkan suatu senyawa yang dapat mengurangi bau. Senyawa tersebut di antaranya, zeolit yang ditambahkan baik sebagai imbuhan pakan maupun ditambahkan pada kotoran. Senyawa lain adalah kaporit dan kapur yang hanya dapat ditambahakan pada kotoran ayam, kemudian sejenis mikroorganisme seperti suplementasi probiotik tarbio dan pengggunaan Effective microorganism (EMe) pada kotoran temak.

Penggunaan Zeolit
Zeolit merupakan mineral galian tambang dan mudah diperoleh di Indonesia, yang dapat digunakan untuk mengurangi pencemaran gas amonia dan F12S pada kotoran ayam. Zeolit merupakan mineral yang terdiri atas kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation allWi tanah. Zeolit mempunyai struktur berongga dengan ukuran pori tertentu yang dapat berisi air atau ion yang dapat dipertukarkan dengan ion ion lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversible. Zeolit diketahui mampu menyerap molekul molekul lain dan mampu menyerap gas gas C02, H2S dan lain lain (SUTARTI dan RACHMAWATI, 1994).
Zeolit yang ditambahkan ke dalam pakan sebanyak 20/0 atau 4% untuk mengurangi pembentukan gas amonia dan hidrogen sulfida dari kotoran ayam ternyata kurang efektif. Akan tetapi te~adi kecenderungan menurunnya pembentukan gas pada penggunaan zeolit berkonsentrasi 4%, dan penggunaan konsentrasi zeolit yang lebih tinggi memberi kemungkinan yang besar dalam menurunkan pembentukan gas amonia dan hidrogen sulfida, namun perlu diperhatikan efek sampingan dari penggunaan zeolit yang tinggi. Zeolit merupakan bahan penyerap yang tidak selektif, sehingga. dikhawatirkan unsur nutrisi lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ayam juga akan terserap. Oleh karenanya, penambahan zeolit dalam pakan ayam pedaging atau petelur dengan dosis yang terlalu tinggi tidak dianjurkan (MURIATI et al., 1995).
Percobaan penggunaan zeolit pada skala laboratorium diketahui bahwa pemberian zeolit secara langsung pada kotorn ayam ternyata lebih efektif dalam menekan pembentukan gas amonia dan H2S pada kotoran ayam tersebut. Zeolit dengan konsentrasi 10% yang ditambahkan pada kotoran aymn mampu mengurangi pembentukan gas gas tersebut secara nyata. Penggunaan zeolit dengan konsentrasi 5% hanya mampu menekan gas H2S secara nyata, sedangkan pembentukan gas amonia juga berkurang namun tidak terlihat nyata.
AZHARI dan MURDIATI (1997) melaporkan hasil penelitiannya dengan menggunakan zwlit yang dicampur dengan Morin yang ditaburkan pada kotoran ayam. Konsentrasi zeolit yang ftmAwn lebih tinggi, yaitu 15% dan 30%, sedangkan konsentrasi Morin yang digunakan adalah 1 000 ppm. Ternyata. penaburan zeolit 30% pada kotoran. sangat efektif dalam mengurangi kweentrasi gas H2S selama 8 hari, sedangkan gas amonia berkurang drastis selama 10 hari. Penniman zeolit Yana dikombinasikan dengan Morin pada kotoran secara rata rata cenderung owngurangi konsentrasi gas gas tersebut menjadi semakin rendah dibandingkan dengan pennunaan bahan bahan tersebut secara terpisah. Namun perlu dipikirkan lebih lanjut efek dari penggunaan Morin ini~ terutama dalam hal konsentrasinya, karena dalam kotoran Morin berfungsi membunuh mikroba mikroba pembusukan yang menghasilkan gas amonia. Keadaan ini mungldn tidak sesuai jika kotoran tersebut digunakan sebagai pupuk, karena klorin dapat membunuh mikroba mikroba tanah yang dibutuhkan. Selain itu, perlu pula ihitung apakah cukup ekonomis penggunaan zeolit yang relatif tinggi (30%).

Penggunaan Kapur
Kapur telah banyak digunakan dalam bidang lingkungm, terutama dalam proses pngolahan air sebagai penurun kesadahan, menetralkan keasaman, menurunkan kadar silikat dan bahan bahan organik, proses pengolahan bahan buangan biji besi dan pengolahan limbah tekstil untuk mengurangi warna. Pada petemakan aymn, kapur dapat digunakan untuk membersihkan lantai kandang, mengeringkan, dan mengurangi bau dari kotoran ayam. Komposisi utama dari bantuan kapur yang dipakai adalah CaCO3 dan MgCO3. Kapur yang tersedia di pasaran biasanya sudah mengalami proses kalsinasi dengan pemanasan, sehingga, berada dalam bentuk CaO, MgO. Kapur juga sej A lama digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah pertanian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kapur 1% dan 3% pada kotoran ayam dapat mengurangi pelepasan gas amonia dan H2S secara nyata, pH kotoran. menjadi lebih tinggi, namun masih dalam kisaran 7,77 8,42. Pada Gwnbar I terlihat jelas pengaruh penggunaan kapur terhadap pembentukan rata rata, gas amonia dan H2S selama 14 hari masa, dekomposisi (RUTAML 1997).
Penggunaan kapur pada kotoran ayam selain mengurangi cemaran amonia ke udara, juga pupuk yang menghasilkan akan mengandung nitrogen yang cukup finggi, karena tidak banyak nitrogen yang hilang sebagai amonia. Kehilangan nitrogen pada kotoran merupakan kerugian bagi para peternak, kerana pupuk yang dihasilkan kualitasnya akan berkurang, kandungan nitrogennya menjadi lebih rendah. Penggunaan kapur 1% yang ditaburkan pada kotoran ayam, memberikan kualitas kotoran ayam. sebagai pupuk orgamk dengan konsentrasi nitrogen 4,96 mg/g bobot kering atau 0,496%, masih termasuk kualitas pupuk organik yang baik (ARIFIANI, 1997). Pupuk organik yang berasal dari kotoran ayarn mempunyai kandungan unsur hara yang beragam, akan tetapi ditetapkan suatu kesimpulan bahwa unsur hara yang terdapat dalam pupuk organik atau pupuk kandang rata rata. 0,5% nitrogen; 0,25% P205; dan 0,5% K20. Pupuk kandang dengan kandungan unsur hara seperti konsentrasi tersebut di atas sudah dikatakan berkualitas baik (HAKIM, 1986).

Penggunaan Mikroba
Panggunaan mikroba untuk mengurangi pembentukan gas amonia telah pula dicoba diantaranya adalah probiotik starbio yang ditambahkan pada pakan ayam pedaging dan ayam buras petelur (ZAINUDDIN et al., 1994; ZAINUDDIN dan WAHYU, 1996). Probiotik starbio adalah mikroba pengurai protein (proteolitik), serat kasar (sellulitik), lignin (lignolitik), dan nitrogen fiksasi non simbiotik, yang berasal dari lambung sapi dan dikemas dalwn campuran tanah, akar rumput dan daun daun atau ranting yang dibusukan (SUHARTO, dan WINANTUNINGSIH, 1993). Penambahan 0,025-0,05% starbio pada pakan ayam. komersial, ternyata kadar amonia di lingkungan kandangnya (4 5 ppm) lebih rendah dibandingkan dengan kadar amonia di lingkungan kandang yang pakannya diberikan tanpa penambahan starbio (8 10 ppm) (ZAINUDDIN et al., 1994). Suplementasi probiotik juga menguntungkan karena penerimaan produk akhir dikurangi biaya pakan (income over feed cost) lebih tinggi baik pada ayam. pedaging maupun ayarn buras petelur (ZAINUDDIN el al, 1994; ZAINUDDIN dan WAHYU, 1996).
Penggunaan mikroba pengurai limbah yang disebut effective microorganism (EM4R) pada kotoran babi telah pula dicoba dan ternyata penggunaan EM4 R dengan kadar 1,5 % dapat menurunkan kadar gas amonia dan H2S (PALGUNADI et al., 1999). EM4 R acWah biakan campuran mikroorganisme tanah yang telah dikemas dalam bentuk cairan dan bentuk serbuk. Mikroorganisme tersebut mempunyai aktivitas mempercepat proses dekomposisi kotoran secara biologis, sehingga bau dapat berkurang (IKNFS, 1995). Penambahan 2,5 ml EM4 R dan molasses per 100 kg kotoran ternak ayamun itik serta penambahan sekam, dedak dan sedikit air akan menghasilkan pupuk kompos super (SUMANTRI, 1999).

UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN
Pengawasan atau pemantauan lingkungan selalu harus dinilai dan dilaksanakan, oleh pemilik petemakan. Pihak lain yang berkepentingan, dalam hal ini masyarakat yang tinggal di sekitar usaha peternakan tersebut juga diminta untuk memantau dan melaporkan jika terjadi kasus pencemaran. lingkungan oleh usaha petemakan tersebut. Kegiatan pengelolaan lingkungan ymg dilakukan perlu dipantau untuk melihat apakah cukup efektif atau tidak atau ada hal hal yang mungkin timbul baik yang disebabkan oleh kegiatan itu sendiri yang sebelumnya tidak terduga maupun oleh sebab lain di luar usaha petemakan tersebut. Untuk itu maka pemantauan lingkungan menjadi sangat penting, karena, hasilnya merupakan umpan balik untuk perbaikan kegiatan pengelolaan lingkungan, bila temyata hasil pemantaunan menunjukan penurunan kualitas lingkungan. Pemantauan dapat berguna pula sebagai alat untuk menilai kondisi lingkungan dari waktu ke waktu ( DAMOPOLII, 199 1).
Pada prinsipnya dalam perencanaan pemantauan lingkungan usaha petemakan perlu diperhatikan beberapa hal berikut (DAMOPOLH, 1991):
1. Potensi penurunan kualitas udara karena. bau kotoran ayam, pemantauan dapat dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat sekdar, untuk mengetahui bagaimana. persepsi mereka tentang bau kotoran ayam yang keluar dari usaha petemakan tersebut.
2. Masyarakat yang dimintakan persepsinya terhadap bau kotoran ayam harus sama dari waktu ke waktu. Misalnya masyarakat yang tinggal dalam radius sekitar 1 km dari letak usaha petemakan tersebut.
3. Periode pemantauan harus jelas, dan ditetapkan atau dapat dilaksanakan sewaktu waktu jika terjadi kasus atau laporan masyarakat.
4. Metode pemantauan harus jelas. Misalnya untuk mendapatkan persepsi masyarakat tentang bau kotoran, dilakukan dengan menyebarkan. kuisioner yang dilakukan oleh pemilik petemakan.

KESIMPULAN
Upaya pengelolaan bau kotoran ayam terutama oleh gas amonia dan hidrogen sulfide perlu dilakukan untuk mencegah gangguan kesehatan manusia dan ternak. Penggunaan kapur 1 3 % dan probiotik starbio 0,025 0,05 % nampaknya merupakan pilihan yang cukup baik dibandingkan dengan zeolit dan EM4R. Pemantauan lingkungan harus selalu dilaksanakan dengan mengikutsertakan masyarakat disekitar usaha peternakan.

Menyiasati Bau Tak Sedap dari Kandang
Bau tak sedap di kandang disebabkan kadar amonia yang tinggi. Berpotensi meningkatkan angka kematian ayam. Widodo baru saja memulai usaha beternak ayam pedaging (broiler). Lelaki muda asal Temanggung ini belum memiliki lahan khusus untuk bisnis barunya ini. Dia menggunakan lahan kosong di halaman samping rumahnya. Populasinya tak banyak, hanya 1000 ekor. Walau demikian, Widodo tetap was-was jika bisnisnya nanti akan ditentang warga.
Sebab, dia tinggal di pemukiman yang padat penduduk. Ini artinya, dia tak bisa sekadar mengelola limbah ternaknya sebaik mungkin agar tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Lebih dari itu, dia juga harus menekan serendah mungkin polusi udara akibat bau tak sedap yang ditimbulkan dari usaha ternaknya tersebut.
Widodo hanyalah satu dari sekian banyak peternak yang masih dipusingkan dengan masalah polusi bau. Dan ini bukan masalah sepele. Sebab jika dibiarkan berlarut-larut, bau tidak hanya akan menimbulkan masalah polusi udara, tapi juga akan menurunkan produktivitas ternaknya. Bisa-bisa sebelum mencapai untung sudah buntung duluan.
Ini sangat masuk akal. Manajer Umum PT Alltech Biotechnology Indonesia, Isra Noor menyatakan bahwa kandang yang bau biasanya disebabkan oleh kandungan amonia yang tinggi dari produksi kandang. Amonia dalam konsentrasi kecil hanya akan berdampak pada bau yang tidak sedap. Sebaliknya dalam konsentrasi besar, amonia menyebabkan persoalan pernafasan dan iritasi.
?Amonia yang tinggi di kandang akan sangat merugikan peternak karena menurunkan produksi ayam baik broiler maupun layer (petelur). Kadar amonia yang tinggi di kandang juga memungkinkan terjadinya peningkatan angka kematian akibat berbagai penyakit pernafasan,? kata ahli nutrisi dari PT Trouw Nutrition Indonesia (PT Trouw), Wira Wisnu Wardani dalam kesempatan berbeda.
Produksi Amonia, Tak Terelakkan
Amonia, menurut Isra, produksinya tak bisa dihindarkan dalam kandang ternak. Sementara secara terpisah, Manajer Pemasaran PT Trouw Harris Haryadi menjelaskan bahwa munculnya amonia merupakan hasil dari sisa proses pencernaan protein yang tidak sempurna. Sisa protein yang banyak tersebut akan menyebabkan banyak unsur nitrogen (N) di dalam kotoran. Selanjutnya, sisa N tersebut oleh bakteri pengurai akan diubah menjadi amonia (NH3) atau amonium (NH4+).
Secara lebih rinci, pakar nutrisi unggas dari Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Zuprizal memiliki penjelasan untuk hal ini. ?Unggas memiliki sistem pencernaan yang unik,? katanya. Salah satunya adalah sisa pencernaan yang dikeluarkan melalui kloaka (anus) berupa ekskreta, yaitu campuran antara pakan tak tercerna dengan asam urat sebagai hasil akhir metabolisme tubuh ayam (semacam urin pada mamalia).
Pakan tak tercerna dan asam urat ini merupakan penyumbang kandungan N (Nitrogen) dalam ekskreta. N dari ekskresi ginjal sebanyak 80% dan dari sistem pencernaan 20%. N urin ditemukan dalam bentuk asam urat, amonia, urea dan kreatinin.
Terkait hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi amonia di dalam kandang. Yaitu, lanjut Zuprizal, kualitas protein pakan, desain kandang, manajemen pemberian pakan, penanganan kotoran, temperatur lingkungan, kecepatan angin dan kondisi litter (alas kandang/sekam). Selain itu, daerah dengan kelembaban tinggi juga menyebabkan produksi amonia yang berasal dari dekomposisi asam urat lebih cepat, karena aktivitas bakteri dekomposer di tempat itu lebih cepat juga.
Harris menambahkan, tempat yang sangat berpeluang mengandung konsentrasi amonia tinggi adalah setiap tempat yang memiliki ventilasi kurang lancar dan kelembaban tinggi (bisa berkaitan dengan jenis sekam yang kurang daya serap airnya, tempat minum yang membasahi sekam, musim hujan dan atap bocor). Isra punya pendapat, konsentrasi amonia dalam kandang terkait erat dengan banyaknya konsentrasi nitrogen dalam kotoran, pH dan sistem ventilasi. Produksi amonia akan maksimal ketika pH kotoran berkisar antara 7-10.
Konsentrasi amonia ini pada tingkatan tertentu menurut Zuprizal bisa menyebabkan berbagai gangguan (lihat tabel). Threshold limit value (ambang batas konsentrasi) amonia pada unggas sebesar 25 ppm dan pada manusia 50 ppm. Angka ambang batas yang sama 25 ppm juga disodorkan Isra. Tapi dia menyebutkan rekomendasi ilmuwan Eropa yang jauh lebih kecil yakni 10 ppm
Senada, Harris menyebutkan kadar 25 ppm adalah ambang batas kadar amonia untuk mulai menimbulkan efek negatif pada ayam. Diawali iritasi permukaan saluran pernafasan, yang berpotensi diikuti masuknya kuman melalui epitel saluran nafas yang mulai rusak.
?Akibatnya penyakit-penyakit pernafasan, seperti SNOT, CRD kompleks dan sejenisnya akan lebih mudah menyerang dan sulit disembuhkan pada keadaan amonia di kandang sudah tinggi,? katanya. Celakanya, kata Harris, penyakit-penyakit pernafasan yang menyerang tersebut, terkadang masih pada tahap subklinis (gejala yang tak tampak), tetapi sudah membengkakkan angka FCR (perbandingan konversi pakan) .
Deteksi Amonia
Berdasarkan kemungkinannya, Zuprizal mengatakan, kandang postal memiliki potensi gangguan akibat amonia lebih besar daripada kandang panggung. Sebab, amonia memiliki massa jenis lebih tinggi daripada udara. ?Sehingga amonia ngendon di atas lantai. Akibatnya, pada kandang litter, ayam akan langsung menghirupnya terus menerus,? kata Zuprizal.
Beberapa cara dapat digunakan untuk mendeteksi kadar amonia di kandang. Harris menyebutkan, diantaranya dengan memakai indikator kadar amonia, seperti kertas litmus (kertas pengukur pH). ?Penggunaan indikator seperti itu,? Harris mengungkapkan, ?yang terpenting adalah mengukurnya di ketinggian + 25 cm atau setara dengan kepala ayam di kandang tersebut. Terlalu dekat ke lantai akan terlalu pekat, terlalu tinggi akan kurang bermakna.?
Dan untuk cara termudah mengetahui kadar amonia di dalam kandang adalah, ?Bila kita masuk kandang dan bau kotoran sudah mulai menyengat, maka kadar amonia sudah bisa dikatakan berlebihan,? kata Harris.
Perketat Manajemen Kebersihan
Demi mengurangi munculnya amonia ini, Isra memberikan tiga solusi. Yaitu dengan manajemen perkandangan, kebersihan dan manipulasi nutrisi. Untuk manajemen perkandangan antara lain bisa dilakukan dengan mengatur ventilasi kandang dengan baik. Ventilasi kandang yang baik ini akan meminimalkan kandungan amonia. ?Tetapi tidak banyak berpengaruh terhadap bau yang muncul dan menyebar di sekitar perumahan,? kata Isra. Pasalnya, bau yang tidak sedap tersebut akan dibawa keluar dan bisa menyebar.
Karena itu, Isra mengemukakan cara yang paling rasional untuk mengurangi amonia ini adalah dengan memperketat manajemen kebersihan. Artinya harus secara rutin membersihkan kandang dan membuang atau menampung kotoran ke tempat yang jauh dari pemukiman.
Membiarkan kotoran dalam kandang terlalu lama akan membuat produksi amonia kian tinggi. Cara lain adalah menurunkan pH kotoran dengan penambahan asam (asam sulfat, asam nitrat, asa, klorida/HCl dll). Maksudnya untuk menghambat populasi bakteri penghasil enzim urease.

date Kamis, 25 November 2010

A
Alastuwo, Poncol, Magetan
B
Baleasri, Magetan, Magetan
Balegondo, Ngariboyo, Magetan
Balerejo, Kawedanan, Magetan
Baluk, Karangrejo, Magetan
Bandar, Sukomoro, Magetan
Bangsri, Ngariboyo, Magetan
Bangunasri, Barat, Magetan
Banjarejo, Barat, Magetan
Banjarejo, Kawedanan, Magetan
Banjarejo, Panekan, Magetan
Banjarpanjang, Kawedanan, Magetan
Banyudono, Ngariboyo, Magetan
Baron, Magetan, Magetan
Bayem Taman, Kartoharjo, Magetan
Bayem Wetan, Kartoharjo, Magetan
Bedagung, Panekan, Magetan
Belotan, Bendo, Magetan
Bendo, Bendo, Magetan
Bibis, Sukomoro, Magetan
Blaran, Barat, Magetan
Bogem, Karas, Magetan
Bogem, Kawedanan, Magetan
Bogoarum, Plaosan, Magetan
Bogorejo, Barat, Magetan
Botok, Karas, Magetan
Bulak, Bendo, Magetan
Bulu, Sukomoro, Magetan
Bulugledeg, Bendo, Magetan
Bulugunung, Plaosan, Magetan
Buluharjo, Plaosan, Magetan
Bulukerto, Magetan, Magetan
Bungkuk, Parang, Magetan
C
Campursari, Magetan, Magetan
Candirejo, Magetan, Magetan
Carikan, Bendo, Magetan
Cepoko, Panekan, Magetan
Cileng, Poncol, Magetan
D
Dadi, Plaosan, Magetan
Driyorejo, Nguntoronadi, Magetan
Dukuh, Bendo, Magetan
Dukuh, Lembeyan, Magetan
Durenan, Plaosan, Magetan
Duwet, Bendo, Magetan
Duyung, Nguntoronadi, Magetan
G
Garon, Kawedanan, Magetan
Gebyok, Karangrejo, Magetan
Genengan, Kawedanan, Magetan
Genilangit, Poncol, Magetan
Geplak, Karas, Magetan
Getasanyar, Plaosan, Magetan
Ginuk, Karas, Magetan
Giripurno, Kawedanan, Magetan
Gondang, Karangrejo, Magetan
Gonggang, Poncol, Magetan
Goranggareng Taji, Nguntoronadi, Magetan
Grabahan, Karangrejo, Magetan
Gulun, Maospati, Magetan
Gunungan, Kartoharjo, Magetan
J
Jabung, Panekan, Magetan
Jajar, Kartoharjo, Magetan
Jambangan, Kawedanan, Magetan
Janggan, Poncol, Magetan
Jeruk, Kartoharjo, Magetan
Jokerto, Parang, Magetan
Jomblang, Takeran, Magetan
Jonggrang, Barat, Magetan J samb.
Jungke, Karas, Magetan
K
Kalang, Magetan, Magetan
Kalangketi, Sukomoro, Magetan
Kapuhrejo, Takeran, Magetan
Karangmojo, Kartoharjo, Magetan
Karangrejo, Karangrejo, Magetan
Karangrejo, Kawedanan, Magetan
Karangsono, Barat, Magetan
Karas, Karas, Magetan
Kartoharjo, Kartoharjo, Magetan
Kauman, Karangrejo, Magetan
Kawedanan, Kawedanan, Magetan
Kebonagung, Magetan, Magetan
Kediren, Lembeyan, Magetan
Kedungguwo, Sukomoro, Magetan
Kedungpanji, Lembeyan, Magetan
Kembangan, Sukomoro, Magetan
Kenongomulyo, Nguntoronadi, Magetan
Kentangan, Sukomoro, Magetan
Kepolorejo, Magetan, Magetan
Kerang, Takeran, Magetan
Kerik, Takeran, Magetan
Kinandang, Bendo, Magetan
Kiringan, Nguntoronadi, Magetan
Klagen Gambiran, Maospati, Magetan
Klagen, Barat, Magetan
Kleco, Bendo, Magetan
Kledokan, Bendo, Magetan
Klurahan, Kartoharjo, Magetan
Krajan, Parang, Magetan
Kraton, Maospati, Magetan
Krowe, Lembeyan, Magetan
Kuwon, Karas, Magetan
Kuwonharjo, Takeran, Magetan
L
Lemahbang, Bendo, Magetan
Lembeyan Kulon, Lembeyan, Magetan
Lembeyan, Lembeyan, Magetan
M
Madigondo, Ngariboyo, Magetan
Madigondo, Takeran, Magetan
Magetan, Magetan, Magetan
Majorejo, Kawedanan, Magetan
Malang, Maospati, Magetan
Mangkujayan, Magetan, Magetan
Mangunrejo, Kawedanan, Magetan
Manisrejo, Karangrejo, Magetan
Manjung, Barat, Magetan
Manjung, Panekan, Magetan
Mantren, Karangrejo, Magetan
Maospati, Maospati, Magetan
Maron, Karangrejo, Magetan
Mategal, Parang, Magetan
Milangasri, Panekan, Magetan
Mojopurno, Ngariboyo, Magetan
Mojorejo, Kawedanan, Magetan
Mrahu, Kartoharjo, Magetan
Mranggen, Maospati, Magetan
N
Ngadirejo, Kawedanan, Magetan
Ngaglik, Parang, Magetan
Ngancar, Plaosan, Magetan
Ngariboyo, Ngariboyo, Magetan
Ngelang, Kartoharjo, Magetan
Ngentep, Kawedanan, Magetan
Ngiliran, Panekan, Magetan
Nglopang, Parang, Magetan
Ngrini, Ngariboyo, Magetan
Ngujung, Maospati, Magetan
Nguntoronadi, Nguntoronadi, Magetan N samb.
Ngunut, Kawedanan, Magetan
Ngunut, Parang, Magetan
Nguri, Lembeyan, Magetan
Nitikan, Plaosan, Magetan
P
Pacalan, Plaosan, Magetan
Pandeyan, Maospati, Magetan
Panekan, Panekan, Magetan
Panggung, Barat, Magetan
Patihan, Karangrejo, Magetan
Pelem, Karangrejo, Magetan
Pendem, Ngariboyo, Magetan
Pesu, Maospati, Magetan
Petungrejo, Nguntoronadi, Magetan
Pingkuk, Bendo, Magetan
Plangkrongan, Poncol, Magetan
Plaosan, Plaosan, Magetan
Plumpung, Plaosan, Magetan
Pojok, Nguntoronadi, Magetan
Pojoksari, Sukomoro, Magetan
Poncol, Kartoharjo, Magetan
Poncol, Poncol, Magetan
Pragak, Parang, Magetan
Prampelan, Karangrejo, Magetan
Puntukdoro, Plaosan, Magetan
Pupus, Lembeyan, Magetan
Purwodadi, Barat, Magetan
Purworejo, Nguntoronadi, Magetan
Purwosari, Magetan, Magetan
R
Randugede, Plaosan, Magetan
Rejomulyo, Kartoharjo, Magetan
Rejomulyo, Panekan, Magetan
Rejosari, Kawedanan, Magetan
Ringinagung, Magetan, Magetan
Ronowijayan, Maospati, Magetan
S
Sambirembe, Karangrejo, Magetan
Sambirobyong, Magetan, Magetan
Sampung, Kawedanan, Magetan
Sarangan, Plaosan, Magetan
Sawojajar, Takeran, Magetan
Sayutan, Parang, Magetan
Selopanggung, Ngariboyo, Magetan
Selorejo, Kawedanan, Magetan
Selosari, Magetan, Magetan
Selotinatah, Ngariboyo, Magetan
Sempol, Maospati, Magetan
Sendangagung, Plaosan, Magetan
Setren, Bendo, Magetan
Sidokerto, Panekan, Magetan
Sidomukti, Plaosan, Magetan
Sidomulyo, Plaosan, Magetan
Sidorejo, Plaosan, Magetan
Sidowayah, Panekan, Magetan
Simbatan, Takeran, Magetan
Sobontoro, Karas, Magetan
Soco, Bendo, Magetan
Sombo, Poncol, Magetan
Sugihrejo, Kawedanan, Magetan
Sugihwaras, Maospati, Magetan
Sukomoro, Sukomoro, Magetan
Sukowidi, Kartoharjo, Magetan
Sukowidi, Nguntoronadi, Magetan
Sukowidi, Panekan, Magetan
Sukowinangun, Magetan, Magetan
Sumberagung, Plaosan, Magetan
Sumberdodol, Panekan, Magetan
Sumberdukun, Ngariboyo, Magetan

date